Tetapi di dalam fikiran seorang warga kota terlintas niat untuk mengelak dari melakukan perintah tersebut. "Aku akan membawa sesudu penuh ,tetapi bukan madu. Aku akan membawa air. Kegelapan malam akan melindungi perbuatan aku itu dari pandangan mata orang lain. Sesudu air tidak akan mempengaruhi temapayan yang kelak akan diisi madu oleh orang lain." katanya seorang diri.
Tibalah waktu yang telah ditetapkan. Apa yang terjadi kemudiannya? Seluruh tempayan ternyata penuh dengan air. Rupa-rupanya semua rakyat berfikiran sama dengan si lelaki tadi. Mereka mengharapkan orang lain yang membawa madu sementara mereka lepas diri dari tanggungjawab tersebut.
Kisah ini boleh bahkan mungkin telah terjadi dalam pelbagai lapisan masyarakat manusia. Dari sini wajar jika agama , khususnya Islam memberikan petunjuk-petunjuk agar kejadian seperti di atas tidak terjadi; "Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalan-Ku. Aku mengajak ke jalan Allah disertai dengan bukti yang nyata. Aku bersama orang-orang yang mengikuti-Ku..." (QS 12:108)
Dalam ayat di atas tercermin bahawa seseorang harus memulai dari dirinya sendiri disertai dengan bukti yang nyata, baru kemudian melibatkan pengikut-pengikutnya.
"Berperang atau berjuang di jalan Allah tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri, dan bangkitkan lah semangat orang-orang mukmin (pengikut-pengikutmu)..."(QS 4:84)
Perhatikan kata-kata, "tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri." Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda; "Mulailah dari dirimu sendiri, kemudian susulkan lah keluargamu."
Setiap orang menurut Baginda adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Ini bermakna bahawa setiap orang harus tampil terlebih dahulu. Sikap mental demikianlah yang dapat menjadikan tempayan sang raja penuh dengan madu bukan air,apa lagi racun. Kita haruslah amanah dalam melaksanakan sesuatu walaupun tindakan kita tak terlihat oleh manusia tapi Allah nampak segalanya....